Kamis, 14 Juni 2012

ginjal


A.    KASUS
Seorang teman menanyakan terkait data lab yang diterima ayahnya (bapak X) berusia 50 th. Beliau biasa minum vitamin c untuk menjaga kesehatannya. Beliau juga suka makan emping ataupun jeroan walaupun tidak tiap hari. Bapak x sudah 3 bulan ini mengalami DM dan rutin menggunakan Daonil 5mg 1dd 1tablet. Beliau juga sudah setahun mengalami hipertensi dengan obat HCT 25mg 1dd1 dan kaptopril 25mg 3dd 1tablet. Hasil data lab beliau:
TD                               : HT stage I
kadar glukosa sewaktu : masih relatif tinggi
GFR                             : 75ml/ menit/ 1,73 m2
                kadar serum kreatinin  : cukup tinggi
B.     PEMBAHASAN
Pada kasus ini telah diketahui bahwa bahwa bapak X yang berusia 50 tahun, beliau memiliki penyakit hipertensi selama 1 tahun, kemudian 3 bulan belakangan ini ia dinyatakan terkena Diabetes Mellitus.  Selain itu keseharian bapak X tersebut biasa minum vitamin C tablet untuk menjaga kondisi kesehatannya, lalu beliau suka makan jeroan dan emping walaupun tidak setiap hari. Untuk pengobatan DM nya bapak X ini rutin menggunakan Daonil 5mg sekali sehari, lalu untuk pengobatan hipertensinya diberikan obat HCT 25mg sekali sehari dan kaptopril 25 mg sebanyak 3 kali sehari.
Menurut hasil lab beliau , tekanan darahnya menunjukkan HT stage 1 , kemudian kadar glukosa sewaktu masih relative tinggi, lalu hasil lab GFR nya adalah 75 ml/menit/1,73 m2. Untuk kadarkreatininnya cukup tinggi.
Dalam kasus ini diketahui bahwa bapak ini memiliki penyakit hipertensi dan Dm yang keduanya dapat saling mempengaruhi, obat yang digunakan untuk mengobatinya adalah hct dan kaptopril, sebagaimana diketahui bahwa obat HCT adalah diuretic yang merupakan factor resiko pada DM . dari kasus tersebut juga bapak tersebut telah setahun hipertensi dan kedua obat yang ia konsumsi tidak memberikan kesembuhan , malahan 3 bulan belakangan malah terkena DM, hal ini bisa saja karena factor pemakaian obat hipertensinya yang salah, lalu gaya hidup bapak tersebut yang mungkin kurang sehat, lalu bisa juga karena pemakaian diuretic yang dapat menimbulkan diabetes mellitus. Obat HCT disini merupakan salah satu obat diuretic, penggunaan hct jangka panjang bisa menyebabkan hypokalemia (turunnya kadar kalium dalam darah). Jadi untuk mengurangi efek penyakit DM nya dapat dengan menghentikan pemakaian HCT untuk mengurangi factor resiko DM.
Lalu dari hasil lab yang ada, diketahui bahwa GFR nya adalah 75 ml/menit/ 1,73 m2, disini diketahui GFR normalnya adalah 90 ml/menit/1,73 m2. Jadi data lab bapak tersebut termasuk mild , ada kemungkinan bahwa bapak tersebut memiliki gangguan ginjal ringan, selain itu mild menunjukkan bahwa adanya penurunan fungsi ginjal, GFR menurun dapat terjadi akibat dehidrasi, dan penggunaan diuretic (HCT). Apabila GFR menurun maka yang terjadi adalah darah yang melewati glomerulus berkurang sehingga cairan yang dikeluarkan banyak.
Untuk rencana pengobatan bapak ini, disarankan untuk penggunaan kaptoprilnya dikurangi, lalu pemakaian Vitamin C tidak boleh berlebih bisa juga diganti dengan buah yang mengandung vitamin C , karena penggunaan vitamin C yang tidak alami kurang baik untuk kesehatan,lalu penggunaan vitamin C berlebih nantinya akan diekskresikan dalam bentuk Ca-Oalat jika mengendap di ginjal akan terjadi penyumbatan dan mengganggu kerja ginjal. konsumsi jeroan, dan emping melinjo lebih baik dikurangi sedikit demi sedikit karena apabila berlebih dapat berefek asam urat, apalagi bapak tersebut kemungkinan memiliki gangguan ginjal yang dapat berpengaruh terhadap penyakit asam urat juga.  Pemakaian Daonil tetap dilanjutkan untuk terapi DM nya , walaupun Daonil memiliki efek samping hipertensi namun efek tersebut belum tentu terjadi pada semua orang yang mengkonsumsinya.
Saran untuk pasien ini adalah melakukan diet ringan, yaitu
-mengurangi penggunaan Vit C dapat diganti dengan vitamin C dari buah atau sayur
-mengurangi konsumsi jeroan
Dari diet ringan tersebut diharapkan nantinya gula darah bapak tersebut akan lebih stabil, lalu pada pasien tersebut terus dilakukan monitoring terapi terhadap hipertensinya,dipantau pemakaian obatnya,agar rutin dan tidak dihentikan secara tiba-tiba namun dikurangi sedikit demi sedikit bila hipertensinya sudah mulai berkurang.
Pada praktikum ini dilakukan pula dokumentasi  penyakit pasien. Metode yang digunakan ialah metode FARM. Metode FARM terdiri dari finding, assessment, resolution,  dan monitoring. Setiap bagian tersebut memiliki fungsi dan kegunaan yang berbeda-beda, antara lain adalah : finding berfungsi mengidentifikasi problem, khususnya DRP , kemudian disusun secara urut dan terpisah. Semua penemuan problem harus didokumentasikan, baik yang aktual atau potensial . Informasi yang didokumentasikan haruslah informasi yang terkait dan diperlukan termasuk  data subyektif dan obyektif yang tekait dengan DRP.  Assessment berisi evaluasi farmasis. Bagian ini perlu menunjukkan urgensi suatu problem. Resolution berisi tindakan yang diusulkan untuk mengatasi DRP (kepada dokter, pasien, atau caregiver). Rekomendasi bisa berupa terapi non-farmakologi atau terapi farmakologi , jika terapi obat, maka harus dinyatakan dengan spesifik cara pemberiannya: nama obat, dosis, rute, waktu, durasi. Perlu  juga menyatakan alasan pemilihan regimen obat tersebut . Perlu diberikan juga terapi alternatif. Jika merekomendasikan konseling, maka isi konseling perlu dinyatakan. Sedangkan monitoring perlu dilakukan dalam semangat pharmaceutical care karena pasien tidak boleh dibiarkan begitu saja setelah dilakukan intervensi. Hal ini dilakukan meliputi : bertanya pada pasien, mendapatkan data lab, memantau kondisi fisik pasien. Parameter pemantauan harus jelas terhadap outcome terapi maupn ADR. Metode ini jarang digunakan jika dibandingkan dengan metode SOAP. Namun, pada dasarnya kedua metode tersebut adalah sama, hanya saja menggunakan istilah yang berbeda. Kelebihan dari metode FARM adalah pada bagian findings problem diidentifikasi secara urut dan terpisah,serta adanya outcome terapi yang ingin dicapai pada bagian assessment, selain itu ada pemisahan bagian antara resolution dan monitoring, dimana hal tersebut tidak terjadi pada metode SOAP, sehingga pembahasan tiap bagian tersebut dapat terfokus.
Ginjal merupakan peran penting dalam fungsi tubuh, tidak hanya untuk menyaring darah dan membuang produk-produk sampah, tetapi juga menyeimbangkan kadar elektrolit tubuh, mengendalikan tekanan darah dan menstimulasi produksi sel darah merah. Ginjal terletak di dalam perut di bagian belakang, normalnya satu di setiap samping tulang belakang. Mereka mendapatkan suplai darah melalui arteri renalis secara langsung dari aorta dan mengirimkan darah    kembali ke jantung melalui vena renalis ke vena cava. (istilah “renal” berasal dari nama latin untuk ginjal.). Ginjal mempunyai kemampuan untuk memonitor jumlah cairan tubuh, konsentrasi elektrolit seperti natrium dan kalium, dan keseimbangan asam basa tubuh. Mereka menyaring produk-produk sampah metabolisme tubuh, seperti urea dari metabolisme protein dan asam urat dari pemecahan DNA. Dua produk sampah di dalam darah dapat diukur : blood urea nitrogen (BUN) dan creatinin (Cr). Ketika darah mengalir ke ginjal, sensor di dalam ginjal memutuskan berapa banyak air yang akan dikeluarkan sebagai urin, bersama dengan konsentrasi elektrolit.
            Dari kasus tersebut terdapat beberapa penyebab adanya gangguan ginjal pada bapak X diantaranya yaitu hipertensi dan DM selain adanya penyakit tersebut gangguan ginjal juga disebabkan oleh pengguanaan obat-obat yang telah dikonsumsi serta makanan yang sering dikonsumsi oleh bapak X selama ini. Sehingga dari data lab yang diperoleh untuk menyatakan adanya gangguan ginjal pada bapak X yaitu tekanan darah, kadar glukosa, GFR, dan  kadar serum kreatinin.

Menurut International Diabetes Federation (IDF), DM adalah penyakit kronis yang digambarkan sebagai keadaan kadar glukosa darah yang meningkat (hiperglikemia) yang berhubungan dengan kematian. Penyakit ini muncul ketika sel-sel beta di pankreas gagal menghasilkan hormon insulin yang cukup atau tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang dihasilkan secara efektif. Seseorang dapat dikatakan DM bila didiagnosis dengan kriteria diagnostik DM dan gangguan toleransi glukosa yaitu kadar glukosa darah sewaktu (plasma vena)    200  mg/dl,  kadar glukosa darah puasa (plasma vena)  ≥ 126 mg/dl, kadar glukosa plasma ≥ 200 mg/dl pada 2 jam sesudah beban glukosa 75 gram pada Test Toleransi Glukosa Oral (TTGO).
    Hipoglikemia merupakan komplikasi potensial. Keadaan ini merupakan komplikasi yang sering terjadi pada penderita diabetes yang menjalani terapi insulin dan terkadang pada mereka yang menjalani terapi sulfonilurea. Gejala-gejala hipoglikemia disebabkan oleh pelepasan epinefrin (berkeringat, gemetar, sakit kepala, dan palpitasi), juga akibat kekurangan glukosa dalam otak (tingkah laku yang aneh, sensorium yang tumpul, dan koma). Serangan hipoglikemia sangat berbahaya dan apabila sering terjadi dalam waktu yang lama dapat menyebabkan kerusakan otak yang permanen atau bahkan kematian.
Hipoglikemia adalah keadaan dengan kadar glukosa darah di bawah 60 mg/dl. Kadar glukosa yang terlalu rendah menyebabkan sel-sel otak tidak mendapat pasokan energi sehingga tidak dapat berfungsi bahkan dapat menjadi rusak.
Komplikasi pada ginjal bukan akibat kebanyakan obat melainkan karena kontrol kadar gula darah yang buruk. Kerusakan ginjal timbul karena kadar glukosa darah yang tinggi umumnya di atas 200 mg/dl dan tekanan darah tinggi. Bila terjadi kerusakan ginjal yaitu pembuluh kapiler ginjal rusak/ bocor maka protein yang seharusnya dipertahankan ginjal bocor keluar dan terdapat di dalam urine.
Dibandingkan dengan ginjal orang normal, diabetes memiliki kecenderungan tujuh belas kali lebih mudah mengalami gangguan fungsi ginjal. Hal ini disebabkan oleh faktor infeksi yang sering timbul pada penderita diabetes dan faktor penyempitan pembuluh darah kapiler di dalam ginjal.
Dalam kasus ini, obat yang digunakan untuk mengobati DM adalah Daonil yang mengandung Glibenclamid yang merupakan golongan Sulfonilurea.  Glibenclamid adalah obat hipoglikemik turunan sulfonilurea yang beraksi menstimulasi pembebasan insulin dari sel beta pada pulau langerhans pancreas, penurunan level glukagon serum, dan meningkatkan ikatan insulin dengan sel target (Coppack, 1990). Sulfonilurea meningkatkan resiko hipoglikemik, tetapi efek samping ini tidak dominan dibandingkan metformin atau alpha-glucosidase inhibitors (Drexler & Robertson, 2001). Dosis permulaan utnuk Daonil adalah 1x sehari 2,5- mg, bila perlu dinaikkan setiap minggu sampai maksimal 2x sehari 10 mg. Untuk aturan pakainya adalah 1x sehari 1 tablet 5mg.
Dari hasil diskusi yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa kasus hipertensi yang dialami oleh bapak X merupakan hipertensi stage 1 karena berdasarkan dengan hasil tes lab yang telah dilakukanya. Beliau mengalami hipertensi selama 1 tahun yang lalu dan obat yang digunakan untuk menurunkan tekanan darahnya adalah HCT 25 mg 1dd 1 dan kaptropil 25 mg 3dd 1tablet. . Selain itu bapak X mempunyai kebiasaan mengkonsumsi vitamin c untuk menjaga kesehatanya dan beliau juga suka makan emping dan jeroan walaupun tidak setiap hari.Oleh karena itu perlu penanganan yang  tepat untuk mengatasi hipertensi tersebut. Dalam penanganan kasus tersebut diperlukan pemahaman tentang obat- obat tersebut, yang pertama adalah penggunaan kombinasi 2 obat anti hipertensi secara bersamaan dan jumlah pemakaian yang relatif banyak dapat dimungkinkan bahwa pasien akan mengalami drop (tekanan darah turun derastis) oleh karena itu penggunaan kaptropil harus diturunkan dan disesuiakan dengan pasien yang mengalami hipertensi dan diabetes. Selain itu itu penggunaan HCT sebagai anti hipertensi harus dihentikan karena pemakaian HCT dalam jangka waktu yang relatif panjang dapat menyebabkan hipokalemia atau kekurangan kalium yang nantinya akan berefek pada tekanan darah pasien.

Daonil / glibenclamide diindikasikan untuk dm tipe 2 (niddm). Kontra indikasinya diabetes melitus tipe i , diabetes penguraian metabolik, koma diabetik, gangguan ginjal parah, kehamilan dan menyusui. efek samping dari obat ini adalah hipoglikemia / gangguan gi, berkeringat, kulit lembab, cemas, takikardia, hipertensi palpitasi, angina pektoris, aritmia jantung, gangguan daya penglihatan sementara, reaksi hipersensitivitas. Interaksinya efek penurunan kadar gula darah bertambah jika diberikan dengan insulin dan antidiabetik oral lain, ace inhibitor, steroid anabolik dan hormon seks pria, azapropazon, kloramfenikol, derivat kumarin, siklofosfamid, disopiramid, fenfluramin, feniramidol, fibrat, fluoksetin, ifosfamid, maoi, mikonazol, oksifenbutazon, asam para amino salisilat, pentoksifilin (pemberian dosis tinggi secara parenteral), fenilbutazon, probenesid, kuinolon, salisilat, sulfinipirazin, sulfonamid, simpatolitik, trofosfamid. efek penurunan gula berkurang dgn asetazolamida, barbiturat, kortikosteroid, diazoksid, diuretik, epinefrin, obat simpatomimetik lain, glukagon, laksatif (penggunaan jangka panjang), asam nikotinat dosis tinggi, strogen dan priogesteron, fenotiazin, fenitoin, rifampisin, hormon tiroid, antagonis h2, klonidin, reserpin dapat menyebabkan penurunan atau peningkatan kadar gula darah. berkurangnya atau hilangnya gejala hipoglikemia pada pasien yang menggunakan penyekat beta, klonidin, reserpin, guanetidin, atau obat simpatolitik lain. konsumsi alkohol scra kronik dan akut dapat meningkatkan atau mengurangi efek penurunan kadar gula darah dari glibenklamid yang tidak dapat diperkirakan. glibenklamid dapat meningkatkan atau menurunkan efek dari derivat kumarin. Hidroklorotiazid mekanisme kerjanya selain dengan filtrasi glomerular, diuretic tiazid terutama disekresikan secara aktif kedalam lumen tubulus melalui sistem transport anion yang terlokalisir ditubulus proksimal. Indikasi terapi jangka pendek dan panjang pada keadaan sakit dengan peningkatan persediaan na dan air, udem kardial yang disebabkan oleh ginjal dan hepatic (terutama asites), insufisiensi jantung kronis, hipertensi arterial, diabetes insipidus, profilaksis dan terapi batu ginjal yang mengandung Ca. Kontraindikasi gangguan fungsi ginjal yang berat (anuria), gangguan fungsi hati yang berat (prakoma dan koma hepatikum, peningkatan bahaya hipokalemia), hipersensitifitas terhadap sulfonamide dan antidiabetik oral tipe sulfonylurea : bahaya alergi silang (diuretic tiazid analog dengan sulfonamid). Efek samping hipokalemia, hipomagnesemia tetapi hiperkalsemia, hipokloremis, toleransi glukosa yang berkurang, gangguan metabolisme lemak, hiperurisemia, gangguan saluran cerna, sakit kepala, pusing, hipotensi pastural, parestesia, impotensi, penglihatan menjadi kuning, reaksi hipersensitivitas. efek samping yang jarang eksantema alergi, anemia, granulositopenia, trombositopenia dan pancreatitis hemoragi. hati-hati jangan mengendarai kendaraan. Interaksi obat dapat meningkatkan toksisitas glikosida digitalis, efek hambatan neuromuskuler dari pelemas otot, efek antihipertensi, peningkatan resiko hipotensi postural dengan alcohol, barbiturat, opioid, efek menekan  ditingkatkan oleh kortikosteroid, acth, dan karbenoksolon. Captopril indikasinya untuk pengobatan hipertensi sedang dan berat yang tidak dapat diatasi dengan pengobatan kombinasi lain. Kaptopril dapat dipergunakan sendiri atau dalam kombinasi dengan obat antihipertensi lain terutama tiazid. Payah jantung yang tidak cukup responsif atau tidak dapat dikontrol dengan diuretik dan digitalis. Kontraindikasi hipersensitif terhadap kaptopril dan obat-obat ace inhibitor lainnya. Efek samping umumnya kaptopril dapat ditoleransi dengan baik. Efek samping yang dapat timbul adalah ruam kulit, gangguan pengecapan, neutropenia, proteinuria, sakit kepala, lelah/letih dan hipotensi. Efek samping ini bersifat dose related dengan pemberian dosis kaptopril kurang dari 150 mg per hari, efek samping ini dapat dikurangi tanpa mengurangi khasiatnya. Efek samping lain yaitu gagal ginjal/akut, fungsi ginjal dapat memburuk akibat pemberian kaptopril pada penderita dengan gangguan fungsi ginjal sebelum pengobatan. gejala ini muncul dalam beberapa hari pengobatan, yang ringan (kebanyakan kasus) reversibel atau stabil meski pengobatan diteruskan, sedangkan pada yang berat dan progresif, obat harus dihentikan. gejala ini akibat berkurangnya tekanan perfusi ginjal oleh kaptopril, dan karena kaptopril menghambat sintesis A II intrarenal yang diperlukan untuk konstriksi arteriola eferen ginjal guna mempertahankan filtrasi glomerulus pada stenosis arteri ginjal. gagal ginjal yang akut dan progesif terutama terjadi pada penderita dengan stenosis arteri tinggi tersebut, pemberian kaptopril harus disertai dengan monitoring fungsi ginjal tunggal 93/8). karena itu pada penderita dengan risiko tinggi tersebut, pemberian kaptopril harus disertai dengan monitoring fungsi ginjal (kreatinin serum dan bun), dan dosis kaptopril dimulai serendah mungkin. bila terjadi azotemia yang progresif, kaptopril harus dihentikan dan gejala ini reversibel dalam 7 hari. Vitamin C adalah salah satu jenis vitamin yang larut dalam air dan memiliki peranan penting dalam menangkal berbagai penyakit. Vitamin ini juga dikenal dengan nama kimia dari bentuk utamanya yaitu asam askorbat. Vitamin C termasuk golongan vitamin antioksidan yang mampu menangkal berbagai radikal bebas ekstraselular. Beberapa karakteristiknya antara lain sangat mudah teroksidasi oleh panas, cahaya, dan logam, buah-buahan, seperti jeruk, merupakan sumber utama vitamin ini. Pemakaian dosis tinggi mengakibatkan diare, penggunaan lama menyebabkan terjadinya batu ginjal oksalat dan urat, meningkatkan resorpsi besi tapi menurunkan resorpsi vitamin B12.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar