1.
DESKRIPSI
KASUS
Seorang
pasien datng ke Apotek untuk memeriksaan tekanan darahnya atas saran dari tetangganya,
dan hasil pengukuran darah adalah 140/95 mmHg. Seminggu yang lalu pasien datang
k Puskesmas dan mengeluhkan pusing berat otot pundak terasa tegang dan
menggigil. Kemudian pasien mendaatkan terapi Sumagesic 4x sehari dan Diazepam
2mg 2x sehari. Namun sampi saat pasien memeriksakan tekanan darahnya pasien
masih sering mengeluhkan pusing khususnya kepala belakang tetai tidak seberat
sebelumnya.
2.
ANALISA
KASUS
Bapak
A ini mengalami gatal-gatal yang belum diketahui penyebabnya, dimungkinkan
gatal-gatal ini karena adanya penyakit kulit yang disebabkan karena biang
keringat, adanya infeksi jamur atau mikroba, atau bisa juga karena alergi. Maka dari itu
sebelum dilakukan pengobatan/terapi untuk mengurangi/mengobati rasa gatal
tersebut, sebaiknya perlu ditanyakan terlebih dahulu kepada pasien apakah
pasien tersebut memiliki riwayat alergi atau tidak. Jika pasien tidak memiliki
riwayat alergi maka sebaiknya diberikan antiseptik ekstern (bedak salicyl, herocyn,
caladine lotion, dsb).
Jika
ternyata pasien memang memiliki riwayat alergi maka pemakaian obat CTM sebagai obat untuk mengurangi
rasa gatal sudah tepat karena CTM termasuk dalam obat anti histamin. Namun, karena
bapak A ini berprofesi sebagai sopir angkot, maka perlu dipertimbangkan kembali
pemakaian CTM. Hal ini disebabkan, mengingat efek samping CTM yaitu sedasi (menyebabkan
rasa kantuk). Maka, hal ini dapat mengganggu profesi beliau sebagai sopir
angkot dan dapat membahayakan diri Bapak A dan orang lain. Oleh sebab itu, perlu
adanya terapi obat lain dengan indikasi yang sama, tapi efek samping lebih
ringan.
Alternatif
antihistamin yang dapat digunakan adalah loratadin, dimana loratadine merupakan
antihistamin generasi II yang memiliki efek nonsedative (tidak menyebabkan mengantuk)
dan efek sampingnya relatif lebih kecil.
Dapat
disimpulkan bahwa bila bapak A mengalami gatal-gatal yang disebabkan bukan
karena alergi melainkan ada penyebab lain (biang keringat, infeksi
jamur/mikroba, dsb) maka penggunaan CTM untuk menghilangkan rasa gatal tersebut
termasuk ke dalam DRP’s jenis terapi obat
salah. Namun bila ternyata penyebab gatal adalah karena alergi maka
penggunaan CTM bukan termasuk kedalam terapi obat salah.
Sedangkan
tekanan darah Bapak A sebesar 165/105 mmHg ( tekanan sistole 165 mmHg, tekanan diastole
105 mmHg), menurut JNC VII tekanan darah untuk bapak A terklasifikasikan
dalam hipertensi tingkat II, dalam kasus
ini untuk terapi digunakan obat antihipertensi yang berupa captopril 12,5 mg
yang diambil dari kotak obat, karena si bapak A malas berobat dan bapak A juga
mengikuti istrinya yang cocok minum captopril. Sedangkan efek samping dari
captopril ini adalah batuk kering hal ini termasuk dalam DPR yaitu reaksi obat yang merugikan. Selain itu,
bapak A juga memiliki riwayat asma, dimana penggunan obat ACE-bloker tidak
dianjurkan karena efek sampingnya dapat menyebabkan edema angioneurotik, yaitu
pada pasien terjadi pembengkakan pada hidung, bibir, tenggorokan, laring, dan
sumbatan jalan napas yang bisa berakibat fatal. Efek samping ini terjadi beberapa
jam setehah pemberian ACE-inhibitor (ACE-bloker), sehingga pada pasien dengan
riwayat asma akan semakin susah bernafas (mengalami sesak napas).
Oleh
karena itu, untuk terapi ini diganti obat hipertensi yang bersifat antagonis
kalsium. Katopril diganti dengan amlodipin dengan pertimbangan obat antagonis
kalsium. Namun idealnya untuk hipertensi tingkat Iipengobatan dilakukan dengan
kombinasi, namun menurut kelompok kami digunakan terapi bertahap hal ini
dikarenakan agar tidak terjadi hipotensi. Obat antagonis kalsium menyebabkan
melebarnya pembuluh darah dengan mekanisme yang benar-benar berbeda yaitu
dengan menghambat masuknya ion kalsium melewati slow channel yang terdapat pada
membran sel (sarkolema).
3.
EVALUASI
OBAT TERPILIH
1. Bedak
salisilat
Mekanisme
kerja : Asam salisilat tidak diserap oleh kulit, tetapi membunuh sel epidermis
dengan sangat cepat tanpa memberikan efek langsung pada sel dermis. Setelah
pemakaian beberapa hari akam menimbulkan lapisan-lapisan kulit
baru(keratolitikum).
Dosis
dan penggunaan : Taburkan setelah habis mandi atau bila berkeringat.
Efek
samping : iritasi ringan
Contoh
produk :
·
Caladine ( yupharin) harga Rp. 5200 / 100 gram powder
·
Verina ( Graha Farma) harga Rp. 5900 /
100 gram powder
·
Bedak Salisilat Cap Gajah (Usaha Sekawan
Farmasi Indonesia) harga Rp. 3000 / 100 gram powder (Anonim c, 2010).
2. Loratadine
(bila ternyata pasien memiliki riwayat alergi dan penggunaan bedak salicyl
tidak mengurangi/menghilangkan rasa gatal)
Loratadin adalah
trisiklik piperidin long acting yang mempunyai aktivitas yang selektif dengan efek sedatif
dan antikolinergik yang minimal pada dosis yang direkomendasikan, merupakan
antihistamin yang mempunyai masa kerja yang lama. Metabolik utamanya,
deskarboetoksi-loratadin, adalah biologikal aktifnya .
Mekanisme kerja : loratadine
merupakan derivat klor dari azatadin tanpa efek sedative maupun antikolinergis
pada dosis biasa. Plasma t ½ nya lebih panjang 12 jam, sedangkan metabolit
aktifnya 12 jam. Digunakan pada rhinitis dan konjungtivitis alergis juga pada
urtikaria kronis .
Dosis dan aturan pakai :
1 x sehari 10 mg.
Efek
samping : insomnia dan mulut kering, lelah, pusing, sakit kepala.
Contoh
produk : Clatatin (molex ayus) : Rp.
33.000 (box 100 tablet), Rp. 330/tablet.
Hislorex
(konimex) : Rp. 39.600 (box 5 x 4 tablet), Rp. 1980/tablet (Anonim c, 2010).
3. Amlodipin
Mekanisme kerja : Amlodipine
merupakan antagonis kalsium yang menghambat masuknya ion kalsium transmembran
ke dalam jantung dan otot polos muskular. Mekanisme antihipertensi amlodipine karena
efek relaksasi langsung pada otot polos vaskular. Karena onset amlodipine
sangat lambat, hipotensi akut bukan merupakan keistimewaan amlodipine.
Amlodipine tidak berhubungan dengan efek samping metabolik atau perubahan lipid
dalam plasma dan sesuai untuk digunakan pada pasien asma, diabetes, goutt.
Dosis dan Aturan pakai :
Anak-anak : Hipertensi : 2.5-5 mg
sekali sehari.
Dewasa : Hipertensi : dosis awal 5 mg sekali sehari,
dosis maksimum 10 mg sekali sehari. Pada umumnya dilakukan titrasi dosis dengan
kenaikan 2,5 mg selama 7-14 hari. Angina : dosis pemeliharaan 5-10 mg, gunakan
dosis yang lebih rendah pada pasien lanjut usia dan pasien dengan gangguan
hati, umumnya diperlukan dosis 10 mg untuk mencapai efek yang mencukupi. Pasien
usia lanjut : digunakan dosis yang rendah untuk mencegah terjadinya
insiden kerusakan hati, ginjal atau jantung. Pasien usia lanjut juga mempunyai
klirens amlodipin yang rendah. Hipertensi : 2.5 mg sekali sehari. Angina : 5 mg
sekali sehari. Dialisis : hemodialisis dan peritoneal dialysis tidak merubah
eliminasi. Tambahan dosis tidak diperlukan. Penyesuaian dosis pada gangguan
fungsi hati : berikan 5 mg sekali sehari. Hipertensi : 2.5 mg sekali sehari.
Efek samping : Efek pada
kardiovaskuler : edema perifer (2-5% tergantung dosis).
Kardiovaskuler : flushing (1-3%),
palpitasi (1-4%); SSP: sakit kepala (7,3%), pusing (1-3%)fatigue (4%),
palpitasi (1-4%); Dermatologi : rash (1-2%), pruritus (1-2%);
Endokrin dan metabolisme :
disfungsi seksual pada pria (1-2%); Gastrointestinal : mual (2,9%), sakit perut
(1-2%), dyspepsia (1-2%), hiperplasia gingival ;
Gastrointestinal : mual (2,9%),
sakit perut (1-2%), dyspepsia (1-2%), hiperplasia gingival ;
Neuromuskular dan skeletal : kram
otot (1-2%), lemah (1-2%); pernapasan : dyspnea (1-2%), edema pulmonary (15%) ,
gangguan tidur, agitasi alopesia, amnesia, ansietas, apathy, aritmia, ataksia,
bradikardi, gagal jantung, depersonalisasi, depresi, eritema
multiforma,dermatitis eksfoliatif, symptom ekstrapiramidal,
gastritis,ginekomastia, hipotensi, leukositoclastik vaskulitis, migrain,
purpura non trombositopenik , parasthesia,iskemik periferal, fotosensitivitas,
hipotensi postural, purpura, rash, perubahan warna kulit, sindrom
Stevens-Johnson, sinkope, trombositopenia, tinnitus, urtikaria, vertigo,
xerophtalmia.
Contoh
produk : Actapin ( Actavis) harga
Rp.3500 / tablet 5 mg
Amlodipine ( Hexpharm) harga Rp. 2200 /
tablet 5 mg
Normoten
( soho) harga Rp. 3500 / tablet 5 mg.(Anonim c, 2010).
IV.
MONITORING
Tujuan monitoring pada terapi pengobatan ini tidak
lain yaitu untuk memaksimalkan efek terapi serta meminimalkan efek samping
obat.
Adapun untuk hipertensi yang dialami oleh bapak A
ini diperlukan pemantauan secara berkala terhadap tekanan darahnya untuk
mengetahui apakah terapi obat yang diberikan sudah memberikan respon atau belum,
kemudian apakah obat yang digunakan memberikan efek samping seperti pada
pemakaian obat awal atau tidak, apakah obat antihipertensi yang digunakan
berpengaruh pada riwayat penyakit asma yang diderita pasien atau tidak.
Selain itu untuk alerginya yang perlu dipantau ialah
apakah pasien masih merasa gatal-gatal atau tidak dan mengenai sensitivitas
pasien terhadap obat yang diberikan tersebut apakah menimbulkan reaksi alergi
yang lain atau tidak. Sebenarnya pengobatan yang telah diberikan ini akan
menjadi lebih optimal bila didukung dengan gaya hidup sehat yaitu selalu
menjaga kebersihan badan bila alergi yang ditimbulkan yaitu seperti gatal-gatal
itu dari faktor luar misalnya saja karena pengaruh udara yang kotor di lingkungan
sekitarnya. Terapi farmakologi dan non farmakologi ini akan memberi efek lebih
optimal dengan adanya faktor kepatuhan dari pasien dalam menjalankan terapi
oleh karenanya diharapkan pasien memiliki kesadaran dalam mengkonsumsi obat
yang diberikan ,hal ini tentu saja juga memerlukan perhatian dari keluarga
pasien yang setiap saat dapat memantau perkembangan terapi pada pasien.
Untuk mengukur efektivitas
terapi, hal-hal berikut harus di monitor :
a. tekanan darah
b. kerusakan target organ: jantung, ginjal, mata, otak
c. interaksi obat dan efek samping
d. kepatuhan (adherence)
a. Monitoring tekanan darah
Memonitor
tekanan darah di klinik tetap merupakan standar untuk pengobatan hipertensi. Respon terhadap tekanan darah
harus di evaluasi 2 sampai 4 minggu setelah terapi dimulai atau setelah adanya
perubahan terapi.
Pada kebanyakan
pasien target tekanan
darah < 140/90
mmHg, dan pada pasien diabetes
dan pasien dengan gagal ginjal kronik < 130/80 mmHg.
b. Monitoring kerusakan target organ: jantung, ginjal, mata,
otak
Pasien
hipertensi harus di monitor secara berkala untuk melihat tanda-tanda dan gejala
adanya penyakit target organ yang berlanjut.
Sejarah sakit dada (atau tightness), palpitasi, pusing, dyspnea, orthopnea, sakit kepala, penglihatan
tiba-tiba berubah, lemah sebelah, bicara
terbata-bata, dan hilang keseimbangan harus diamati dengan seksama untuk
menilai kemungkinan komplikasi kardiovaskular dan serebrovaskular. Parameter
klinis lainnya yang harus di monitor
untuk menilai penyakit target organ termasuk perubahan funduskopik, regresi LVH pada
elektrokardiogram atau ekokardiogram, proteinuria, dan perubahan fungsi
ginjal. Tes laboratorium harus diulangi
setiap 6 sampai 12 bulan pada pasien yang stabil
c. Monitoring interaksi obat dan efek samping obat
Untuk
melihat toksisitas dari terapi, efek samping dan interaksi obat harus di nilai
secara teratur. Efek samping bisanya muncul 2 sampai 4 minggu setelah memulai
obat baru atau setelah menaikkan dosis. Kejadian efek samping mungkin memerlukan
penurunan dosis atau substitusi dengan obat antihipertensi yang lain.
Monitoring
yang intensif diperlukan bila terlihat ada interaksi obat; misalnya apabila
pasien mendapat diuretik tiazid atau
loop dan pasien juga mendapat digoksin; yakinkan pasien juga dapat supplemen
kalium atau ada obat-obat lain menahan kalium dan yakinkan kadar kalium diperiksa secara berkala.
Monitoring tambahan mungkin diperlukan untuk
penyakit lain yang menyertai bila ada (misalnya diabetes, dislipidemia, dan
gout).
d. Monitoring kepatuhan/Medication Adherence dan konseling ke pasien
Diperlukan
usaha yang cukup besar untuk meningkatkan kepatuhan pasien terhadap terapi obat
demi mencapai target tekanan darah yang dinginkan. Paling sedikit 50 % pasien
yang diresepkan obat antihipertensi tidak meminumnya sesuai dengan yang di rekomendasikan.
Satu studi
menyatakan kalau pasien yang menghentikan terapi antihipertensinya lima kali
lebih besar kemungkinan terkena stroke.
Strategi yang paling efektif adalah dengan kombinasi
beberapa strategi seperti edukasi, modifikasi sikap, dan sistem yang mendukung.
V.
KOMUNIKASI,
INFORMASI, EDUKASI
Informasi yang sebaiknya diberikan pada bapak A
adalah antara lain bapak A disarankan untuk menggunakan bedak biang keringat ,
seperti bedak salicyl. Bedak salicyl yang dapat ditawarkan antara lain bedak
salicyl cap gajah , caladine powder, serta bedak novarin. Pemakaian bedak ini
dapat mengurangi rasa gatal pada kulit.
Namun bila setelah penggunaan bedak salicyl rasa
gatal tidak kunjung sembuh maka dapat direkomendasikan kepada pasien untuk
mengkonsumsi loratadine karena dimungkinkan penyebab gatal adalah karena
alergi. Loratadine ini digunakan bersama-sama dengan bedak salicyl agar efek
terapinya bisa maksimal. amlodipin. Diinformasikan pula, bahwa loratadine
disini berfungsi untuk mengurangi gatal-gatal yang dialaminya,yang diduga
dikarenakan alergi. Aturan pemakaiannya adalah diminum satu kali sehari 10 mg.
Diinfokan pula pada pasien bahwa efek samping dari
pemakaian loratadine adalah insomnia dan
mulut kering, lelah, pusing, sakit kepala. Namun,efek samping ini jarang
terjadi , tergantung dari keadaan tubuh
masing-masing individu. Untuk mengatasi efek samping mulut kering , maka
pasien bisa memperbanyak dengan minum air putih. Selain itu, diberikan
informasi pula bahwa bapak A disarankan untuk lebih menjaga kesehatan dan
kebersihan kulitnya. Karena , mungkin saja gatal-gatal yang dialaminya
disebabkan karena kulitnya yang sering berkeringat dan menyebabkan biang keringat dan
menimbulkan gatal-gatal.
Konsumsi loratadine dapat diminum sebelum makan
karena tidak mengiritasi lambung. Pemakaian loratadine dapat dihentikan ,
apabila gatal-gatal yang dialaminya sudah tidak timbul lagi. Ditawarkan pada
pasien obat-obat paten dari loratadine antara lain, Clatatin (molex ayus) Rp. 330/tablet, Hislorex (konimex) Rp. 1980/tablet dan disarankan pada pasien
agar membeli clatatin yang harganya paling murah dari obat paten yang lain.
Untuk hipertensi yang dialaminya, kita
dapat menawarkan obat golongan antagonis
kalsium yaitu amlodipin. Amlodipin diminum 1x sehari 5 mg, sekali minum
maksimal 1 tablet yang berisi 10 mg amlodipin. Diinfokan juga pada pasien bahwa
amlodipin dalam sediaan ada 3 dosis yaitu 10 mg,5 mg,2.5 mg serta disarankan
pada pasien untuk mengkonsumsi tablet yang 5 mg karena harganya lebih hemat ,
dan apabila belum ada penurunan tekanan darah maka pemakaian dapat ditingkatkan.
Efek samping dari amlodipin ini tidak menyebabkan batuk kering seperti pada captopril sehingga lebih aman
unutk penderita penyakit asma seperti Bapak A.
Disamping pemberian terapi farmakologi , disampaikan
juga mengenai terapi non farmakologi
untuk menunjang pengobatan farmakologi. Terapi non farmakologi yang dapat
dilakukan adalah dengan mengurangi konsumsi garam ataupun makanan yang
mengandung garam , kopi , makanan berlemak atau yang mengandung kolesterol
tinggi, serta melukan olahraga secara teratur , istirahat cukup, serta menjaga
pikiran agar tidak mudah stress. Dan disarankan pula pada Bapak A agar rutin mengecek
tekanan darahnya sewaktu masa mengkonsumsi obat ini , hal ini dilakuakn untuk
memonitoring, apakah tekanan darahnya sudah turun atau belum dan mengantisipasi
terjadinya shock yang merupakan akibat dari turunnya tekanan darah secara
drastis.
Edukasi ke Pasien
Beberapa topik penting untuk edukasi ke pasien tentang penanganan
hipertensi:
•
Pasien mengetahui target
nilai tekanan darah yang dinginkan
•
Pasien mengetahui nilai
tekanan darahnya sendiri
•
Sadar kalau tekanan darah
tinggi sering tanpa gejala (asimptomatik)
•
Konsekuensi yang serius dari
tekanan darah yang tidak terkontrol
•
Pentingnya kontrol teratur
•
Peranan obat dalam
mengontrol tekanan darah, bukan menyembuhkannya
•
Pentingnya obat untuk
mencegah outcome klinis yang tidak diinginkan
•
Efek samping obat dan
penanganannya
•
Kombinasi terapi obat dan
non-obat dalam mencapai pengontrolan tekanan darah
•
Pentingnya peran terapi
nonfarmakologi
•
Obat-obat bebas yang harus
dihindari (seperti obat-obat yang mengandung ginseng, nasal decongestan, dll).
a
Tidak ada komentar:
Posting Komentar