III. KASUS
Seorang anak berusia 4 tahun
sakit batuk dan demam. Ibunya membawa ke dokter dan mendapatkan obat sebagai
berikut
R/ Amoxycillin syr fl.1
s3ddcth 1
R/ GG mg 30
CTM mg
2,5
PCT mg
125
mfla pulv dtd no XV
s4 dd pulv 1
Setelah sehari mengkonsumsi obat,
anak tersebut justru lemas, tidur terus dan tidak mau makan. Ibu anak tersebut
cemas dengan keadaan anaknya dan datang ke apotek untuk berkonsultasi. Sebagai
seorang AA yang sedang bertugas,
Bagaimana anda mengatasi masalah tersebut?
IV. PEMBAHASAN
Analisis DRP perlu dilakukan sebagai cara untuk mengetahui hambatan-hambatan
atau kesalahan dalam terapi pasien dimana pemberian obat menghasilkan efek yang
bertentangan dengan outcome yang diinginkan. DRP dibagi dalam beberapa kategori
seperti terapi tanpa indikasi,indikasi tidak diterapi,subdosis,over
dosis,reaksi obat tidak dikehendaki,obat salah,gagal menerima obat.
Penyelesaian DRP diharapkan mampu untuk membantu pasien mendapatkan terapi yang
sesuai kebutuhannya dan mendapatkan kesembuhan. Penyelesaian DRP meliputi
identifikasi tipe DRP,tujuan terapi,alternatif terapi,rencana
farmakoterapi,monitoring, komunikasi dan konseling kepada pasien.
Dari data yang
diterima, pasien awalnya
mengalami batuk dan
demam. Setelah diberi terapi, pasien ternyata justru mengalami lemas, terus
tidur, dan tidak mau makan. Dari dokter anak tersebut mendapat resep
sebagai berikut :
R/ Amoxycillin syr fl.1
s3ddcth 1
R/ GG mg 30
CTM mg
2,5
PCT mg 125
mfla pulv dtd no XV
s4 dd pulv 1
Oleh karena itu ibu anak tersebut cemas dengan
keadaan anaknya dan datang ke apotek kami
untuk
berkonsultasi. Sebagai seorang asisten apoteker kami
melakukan skrining resep. Namun resep ini datang ke apotek kami dalam keadaan
yang belum diskrining secara teliti oleh apotik lain yang didatangi ibu
tersebut sebelumnya sehingga ketika terjadi permasalahan seperti ini kami hanya
bisa menyarankan kepada si ibu untuk kembali menghubungi dokter penulis resep
namun kami tetap melakukan skrining resep kembali sebagai catatan bagi si ibu
kepada dokternya. Skrining yang kita lakukan salah satunya adalah
dengan melihat dari dosis lazim atau dosis maximum dari masing-masing obat
sehingga diharapkan pemakaian obat-obat yang tertera dalam resep tersebut tidak
melebihi dosis ataupun subdosis. Dan setelah dilakukan perhitungan dosis dari
masing-masing obat, diketahui bahwa dosis pemakaian pada perhitungan CTM
hasilnya adalah tepat dosis. Berikut perhitungannya :
Ø CTM (-/40mg) *FI III hal. 154
• DM anak 4 th : 1xp = -
1xh = ¼ x 40 mg = 10 mg
• DP anak 4 th : 1xp = 2,5 mg
1xh = 2,5 x 4 = 10 mg
Menurut
kelompok kami kasus Tepat
Dosis memiliki potensi OD sangat
tinggi. Hal ini dikarenakan sedikit kesalahan saja yang
dilakukan semisal kelebihan bahan ketika penimbangan sudah bisa menyebabkan
over dosis. Selain itu respon tubuh terhadap suatu obat dengan dosis sama
setiap individu berbeda-beda. Seperti pada pasien kali ini, kami menyimpulkan
bahwa pemakaian 10 mg pada anak ini terlalu tinggi. Ini dilihat dari kondisi
anak setelah minum obat justru timbul gejala baru seperti tidur terus, lemas,
dan tidak mau makan. Oleh karena itu,kami menyimpulkan kasus ini termasuk tipe DRP
over dosis dan ROTD karena dari perhitungan didapati bahwa CTM over dosis untuk anak usia 4 tahun. CTM menimbulkan reaksi efek mengantuk, dan karena dosisnya berlebih
efek tersebut meningkat dan menyebabkan
pasien terus mengantuk dan merasa lemas.
Untuk menyelesaikan masalah ini,
kelompok kami menyarankan untuk menurunkan pada dosis CTM. Kemudian kami
berkonsultasi pada dokter yang bersangkutan. Dan dengan persetujuan dokter maka
dosis diturunkan menjadi 1 mg untuk sekali pakai (tiap 6 jam) dan 4 mg dalam
sehari. Keputusan ini berdasarkan Dosis lazim untuk anak usia 2-5 th dalam Iso
farmakoterapi hal 478. Digunakannya dosis lazim ini karena
dosis lazim yang lebih sering dipakai dalam praktek sehari-hari. Dengan
diturunkannya dosis ini, diharapkan anak tidak lagi lemas dan terus tidur.
Untuk
permasalahan lain, seperti timbulnya gejala baru anak tidak mau makan. Maka
oleh kelompok kami menambahkan suplemen penambah nafsu makan contohnya Curcuma plus. Alasannya adalah untuk
menambah napsu makan dan juga untuk meningkatkan antibodi dari anak itu
sendiri. Suplemen lain yang dapat dipakai adalah Scott’s Emulsion. Tetapi,
perlu diperhatikan bahwa Scott’s Emulsion merupakan minyak ikan yang mana
notabennya anak kurang menyukainya. Sehingga dari kelompok kami menyarankan
Curcuma plus dimana produk ini dengan bahan dasar temulawak juga berkhasiat
sebagai hepatoprotektor dimana dalam resep mengandung paracetamol yang dapat
menyebabkan hepatotoksik.
Amoxcillin
dalam formula ini berkhasiat sebagai antibiotik untuk membunuh bakteri penyebab
batuk. Dalam persediaan ini Amoxiciliin berupa sediaan syrup kering karena
amoxiciliin tidak stabil dalam air, sehingga obat baru ditambahkan air saat
hendak digunakan. Suspensi amoxiciliin ini akan mengendap dalam penyimpanan
yang cukup lama. Sehingga perlu digojok sebelum dipakai. Dan untuk pemakainnya
harus sesuai dengan aturan pakai yang diberikan jangan diminum sekaligus dan
obat ini hanya boleh dikonsumsi maksimal 7 hari setelah dilarutkan dalam air.
Gliseril
Guaiakolat atau disebut juga Guaifenesin atau lebih dikenal dengan GG adalah
derivat-guaiakol disini berfungsi sebagai ekspektoran. Ekspektoran adalah obat
yang dapat merangsang pengeluaran dahak dari saluran napas (ekspektoransi).
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada penggunaan Gliseril Guaiakolat:
- Jangan gunakan lebih dari 7 hari tanpa izin dokter
- Minumlah 1 gelas air setiap minum obat ini
-
Tidak diperbolehkan untuk alergi
Adapun
mekanismenya adalah dengan merangsang reseptor-reseptor di mukosa lambung yang
kemudian meningkatkan kegiatan kelenjar-sekresi dari saluran lambung-usus &
sebagai refleks memperbanyak sekresi dari kelenjar yang berada disaluran napas.
Pada dosis tinggi bekerja merelaksasi otot, sehingga pemberian GG ini dapat
menyebabkan rasa mengantuk. Efek ini memang diharapkan, agar anak dapat
beristirahat sehingga demamnya bisa turun.
Parasetamol
disini berperan sebagai antipiretik, yaitu untuk menurunkan dari demam si anak
dan juga untuk mengurangi rasa nyeri. Parasetamol relatif
aman digunakan, namun pada dosis tinggi dapat menyebabkan kerusakan hati.
Risiko kerusakan hati ini diperparah apabila pasien juga meminum alkohol.
Penelitian pada tahun 2008 membuktikan bahwa pemberian parasetamol pada usia
bayi dapat meningkatkan risiko terjadinya asma pada usia kanak-kanak. Dalam
kasus ini anak berusia 4 tahun (usia balita). Jadi, penggunaan parasetamol
dalam resep ini aman digunakan.
Sebagai
langkah penyelesaian DRP selanjutnya yaitu dilakaukan monitoring gejala yaitu ;
suhu tubuh, frekuensi batuk dan konsistensi dahak. Selain itu juga dilakukan
komunikasi dan konseling kepada pasien yaitu :
1.
Amoxiciliin harus digojok sebelum diminum agar
homogen. Diminum 3 x sehari 1 sendok teh
2.
Amoxicillin harus diminum hingga habis dan
pemakainnya tidak boleh lebih dari 7 hari untuk menghindari resistensi.
3.
Suplemen cukup diminum 1 x sehari, di pagi hari.
4.
Menghindari makanan berminyak
5.
Hindari asap rokok atau debu,udara yang terlalu
dingin atau terlalu kering
6.
Jika pasien mengalami alergi anjurkan agar ia
tidak melakukan aktivitas di luar rumah sepanjang siang hari agar tidak
terpapar dengan alergen yang banyak terkandung di udara
7.
Siapkan makanan kesukaan anak untuk membantu membangkitkan
selera makan anak,namun pastikan makanan tersebut cukup bergizi
8.
Banyak
minum air putih
Tidak ada komentar:
Posting Komentar