A.
DESKRIPSI
KASUS
Ny. FS sedang hamil
3 bulan dan menderita ISK,oleh dokter kandungan Ny.FS diresepkan Primadex F
2xsehari selama 5 hari ,Folamil 1xsehari dan Domperidone prn untuk mengatasi
mual muntah yang kadang muncul dan cukup menggangu. Analisis permasalahan
tersebut sebelum Anda layani dan menyerahkan kepada pasien!
B.
ANALISA
KASUS
Untuk
menganalisa kasus bapak X ini menggunakan metode SOAP.Analisanya adalah sebagai berikut :
SUBJECT
·
Ny.FS terkadang mual
dan muntah
·
Merasa perih ketika
buang air kecil
·
Sering buang air kecil
atau beser
OBJECT
·
Ny.FS telah hamil 3
bulan
·
Mengalami ISK (Infeksi
saluran kemih)
·
Mendapat terapi obat :
ü Primadex
Forte 2xsehari selama 5 hari
ü Folamil
1xsehari
ü Domperidon
seperlunya
ASSEMENT
a. Infeksi Saluran Kemih
(ISK) yang diderita Ny. FS
diasumsikan sebagai infeksi saluran kemih (ISK) tanpa komplikasi yang
disebabkan oleh disebabkan
oleh bakteri Escherichia coli. Hal ini
terjadi karena pada wanita hamil, dapat
lebih sering terkena ISK karena adanya perubahan hormonal dan perubahan dari posisi
saluran kencing selama kehamilan. Infeksi saluran kemih (ISK) tanpa komplikasi
dapat diterapi paling efektif dengan terapi jangka pendek (3 hari) dengan
trimetoprim-sulfametoksazol fluorokuinolon. (Joseph T.Dipiro, 2002)
b. Terapi farmakologi yang
diberikan Primadex Forte mengandung cotrimoksazol terdiri dari Trimetropin 800
mg dan sulfametoksazol 160 mg (2x
dari komposisi Primadex), dengan kontraindikasi anemia megaloblastik, hamil dan
menyusui, bayi berusia kurang dari 2 bulan. Indeks keamanan Primadex Forte C,
yaitu penelitian pada hewan menunjukkan beresiko pada janin (teratogen), tetapi
penelitian pada manusia belum ada. Namun bila manfaat obat lebih besar daripada
resiko boleh diberikan.
c. Terapi antibiotik
sulfonamid, cotrimoksazol, penisillin, tetrasiklin, sefalosporin,fluorokuinolon
tidak boleh diberikan pada ibu hamil
trimester ketiga karena dapat menyebabkan teratogen. (Joseph T.Dipiro, 2002).
Sedangkan pada kasus Ny.Fs hamil pada trimester pertama, sehingga masih dapat
diberikan (aman).
d. Mual muntah yang
dialami Ny. Fs adalah wajar, karena Ny.Fs sedang hamil 3 bulan sehingga masuk
dalam trimester pertama atau yang sering disebut “morning sickness”. Mual dan
muntah ini terjadi karena terdapat perubahan dalam tubuh selama masa hamil yang
mencakup perubahan hormon serta indera penciuman menjadi lebih sensitif. Hal
ini juga diperparah oleh kondisi emosional ibu. Biasanya rasa mual akan
berhenti pada akhir trismester I masa kehamilan.
e. Domperindon merupakan
lini 3 untuk mengatasi mual dan muntah pada ibu hamil, sehingga perlu diganti
lini 1 yang aman bagi ibu hamil.
f. Folamil merupakan
kombinasi multivitamin dan mineral yang sangat penting meningkatkan nutrisi bagi ibu hamil.
PLANNING
a. Terapi
farmakologis :
ü Ny.
FS yang menderita ISK uncomplicated
yang menurut Dipiro dapat diatasi dengan pemberian cotrimoxazole dengan durasi
pendek yaitu 3 hari. Jadi, terapi farmakologi untuk mengatasi ISK pada Ny. FS
adalah Primadex Forte 1 x sehari selama 3 hari.
ü Selama
masa kehamilan, asupan vitamin dan mineral harus ditingkatkan. Sehingga
diberikan Folamil 1 x sehari.
ü Untuk
mengatasi mual dan muntah yang kadang muncul, diberikan vitamin B6 seperlunya.
b. Terapi
farmakologis alternatif
ü Untuk
mengatasi ISK yang diderita Ny. FS, dapat juga diberikan Amoxicillin 3 gram
dosis tunggal selama 7 hari.
ü Untuk
menambah asupan vitamin dan mineral diberikan Folamil 1 x sehari.
ü Untuk
mengatasi mual dan muntah yang kadang muncul diberikan vitamin B6 seperlunya.
c. Terapi
non farmakologis
ü Untuk
mengatasi mual muntah dapat diberikan permen jahe yang merupakan antiemetik
alami.
ü Memperbanyak
konsumsi sayur dan buah-buahan untuk mencukupi nutrisi.
ü Memperbanyak
minum air putih untuk menstimulasi dieresis.
ü Cukup
istirahat.
MONITORING
Tujuan
dilakukannya monitoring ini adalah untuk
memaksimalkan efek terapi dan meminimalkan DRPs. Kehamilan pada trimester 1
masih termasuk dalam keadaan rentan, oleh karenanya obat bebas maupun peresepan
obat yang diberikan harus benar-benar diperhatikan. Sehingga perlu diterapkan
suatu tujuan pemantauan terapi yaitu dengan menentukan monitoring yang spesifik
terhadap pasien dan monitoring yang spesifik terhadap obat, selain itu juga
terhadap efek samping obat yang diberikan. Untuk kasus yang dialami Ny. FS yang perlu dimonitoring antara lain :
1. Monitoring
mual dan muntah antara lain :
Ø Memastikan
apakah Ny. FS
masih sering mengalami mual muntah atau tidak setelah melakukan terapi
nonfarmakologi. Namun bila ternyata mual muntah ini membahayakan Ny. FS maka dapat diberikan
piridoksin HCl (vitamin B6) untuk mengatasi mual muntahnya. Akan tetapi sebelum
penggunaan vitamin B6 ini lebih baik dikonsultasikan dengan dokter terlebih
dulu.
Ø
Monitoring makanan yang dapat menyebabkan
mual muntah.
Ø
Monitoring
mual muntah karena dapat mempengaruhi pemenuhan nutrisi pada masa kehamilan.
2. Monitoring
yang dilakukan untuk Infeksi Saluarn Kemih diantaranya :
Ø Melihat lebih lanjut dengan
melakukan pemeriksaan kultur urinnya lagi. Untuk memastikan ada kesembuhan atau
tidak.
Ø Monitoring keberhasilan terapi
secara klinis atau secara mikrobiologis (kultur ulang).
Selain
itu juga perlu adanya
pemantauan atau monitoring terhadap kepatuhan pasien untuk minum obat selama
masa pengobatan dapat mendukung keberhasilan tercapainnya tujuan pengobatan dan hal ini juga tidak terlepas dari peranan
keluarga pasien yang ikut memonitoring pasien selama masa pengobatan
agar pasien selalu patuh.
Monitoring
kepatuhannya meminum obat yang diberikan yaitu :
·
Vitamin B6 :
diminum saat pasien merasakan mual dan muntah
·
Primadex F :
1 x sehari selama 3 hari.
Monitoring
kepatuhan pasien terhadap penggunaan Primadex F
karena jika penggunaan Primadex F dihentikan akan menyebabkan
resistensi (< dari
3 hari)
·
Folamil : 1 x sehari.
·
Amoxicillin :
3 gram dosis tunggal selama 7 hari
(apabila alternatif terapi pengobatannya disetujui oleh dokter).
Monitoring lain seperti
:
·
Monitoring terhadap janin Ny. FS,
apakah ada efek yang ditimbulkan setelah pemberian obat pada Ny. FS.
·
Monitoring berat badan Ny. FS karena dapat sebagai
parameter perkembangan janin dalam kandungan.
·
Memantau kondisi
kehamilan/janin pada trisemester I, II, III, seperti melalui test USG
(ultrasonografi).
KOMUNIKASI,
INFORMASI DAN EDUKASI
Pada
kasus ini komunikasi, informasi dan edukasi yang dapat disampaikan kepada
pasien adalah mengenai cara konsumsi obat secara teratur agar obat yang
digunakan dapat memberikan efek terapi secara optimal dan mengenai aturan pakai
serta memberikan saran terapi non farmakologi yang dapat dilakukan pasien.
Pada
kasus ini, pasien mengalami ISK (Infeksi Saluran Kemih) dan saran yang perlu
disampaikan adalah dapat menjaga kebersihan vagina tiap kali buang air kecil dengan cara
dari depan ke belakang (mencegah bakteri dari anus masuk ke vagina atau uretra),
tidak menahan buang air kecil bila ingin buang air kecil,
menghindari faktor-faktor yang dapat memperburuk ISK, minum air putih lebih
banyak minimal 2 liter sehari (untuk menstimulasi diuresis sehingga kuman tidak
memiliki kesempatan untuk memperbanyak diri dalam kandung kemih), memeriksakan kandungan pada dokter spesialis kandungan
untuk mengetahui perkembangan janin karena
trimester awal sangat rentan, istirahat yang cukup, dan olahraga yang cukup
seperti jalan-jalan di pagi hari serta minum dengan teratur untuk terapi
farmakologinya yakni Primadex Forte 1x sehari selama 3 hari.
Untuk
mengatasi mual muntah pada masa kehamilan terapi
non farmakologi yang perlu dilakukan diantaranya adalah:
ü
Minum air yang hangat,
seperti jahe (Sebuah studi yang dipublikasikan oleh American Journal of
Obstetrics and Gynecology menemukan bahwa jahe sangat membantu mengurangi
morning sickness)
ü
Istirahat yang cukup
ü
Menghirup minyak aroama
terapi (fresh care) untuk mengurangi mual
ü
Mengkonsumsi suplemen atau
nutrisi (Folamil 1x sehari ) dan mengkonsumsi buah yang mengandung banyak air
dan dingin, misal melon, anggur, smoothies, jeruk, atau mentimun
ü
Makan dalam jumlah
sedikit namun sering, terutama makan makanan yang tinggi akan kandungan
karbohidrat dan protein serta buah-buahan dan makanan yang berisi B6, seperti
kuning telur, yogurt, dan whole grain
ü Hindari makanan yang berlemak, berminyak dan pedas yang akan
memperburuk rasa mual
ü Bila terapi non farmakologi belum dapat mengurangi intensitas mual
dan muntah dapat diberikan Vitamin B6 yang
pemakaiannya bila perlu saja, dan
ü Obat
Mual muntah dapat dihentikan bila mual muntah sudah tidak dirasakan atau
berkurang.
C.
EVALUASI
OBAT TERPILIH
·
PRIMADEX FORTE
Primadex Forte mengandung kotrimoksazol (Trimetropim-Sulfametoksazol)
dimana Sulfametoksazol dan trimetoprim digunakan dalam bentuk kombinasi karena
sifat sinergisnya. Kombinasi keduanya menghasilkan inhibisi enzim berurutan
pada jalur asam folat. Mekanisme kerja sulfametoksazol dengan mengganggu
sintesa asam folat bakteri dan pertumbuhan lewat penghambat pembentukan asam dihidrofolat
dari asam para-aminobenzoat. Dan mekanisme kerja trimetoprim adalah menghambat
reduksi asam dihidrofolat menjadi
tetrahidrofolat .
·
KOTRIMOKSAZOL
Trimetoprim dan sulfametoksazol menghambat reaksi
enzimatik obligat pada dua tahap yang berurutan pada mikroba, sehingga
kombinasi kedua obat memberikan efek sinergi. Penemuan sediaan kombinasi ini
merupakan kemajuan penting dalam uasaha meningkatkan efektivitas klinik antimikroba.
Kombinasi ini lebih dikenal dengan kotrimoksazol.
EFEK TERHADAP MIKROBA
Spectrum
Antibakteri. Spectrum
antibakteri trimetoprim sama dengan sulfametoksazol, meskipun daya
antibakterinya 20-100 kali lebih kuat daripada sulfametoksazol. Mikroba yang peka terhadap kombinasi
trimetoprim-sulfametoksazol ialah ; S.
pneumoniae, C. diphtheria, dan N meningitis, 50-59 % strain S. aureus, S.
epidermidis, S. pyogenes, S. viridians, S. faecalis, E. coli, P. mirabilis, P.
morganii, P. rettgeri, Enterobacter, Aerobacter spesies, Salmonela, Shigela,
Serratia dan Alcaligenes spesies dan Klebsiela spesies. Juga beberapa strain
stafilokokus yang resisten terhadap metisilin, trimetoprim atau sulfometoksazol
sendiri, peka terhadap kombinasi tersebut. Kedua komponen memperlihatkan
interaksi sinergistik. Kombinasi ini mungkin efektif walaupun mikroba telah
resisten terhadap tirmetropim. Sinergisme maksimum akan terjadi bila mikroba
peka terhadap kedua komponen.
Mekanisme Kerja. Aktifitas
antibakteri kotrimoksazol berdasarkan atas kerjanya pada dua tahap yang
berurutan dalam reaksi enzimatik untuk membentuk asam tetrahidrofolat.
Sulfonamide menghambat masuknya molekul PABA ke dalam molekul asam folat dan
trimetoprim menghambat terjadinya reaksi reduksi dari dihidrofolat menjadi
tetrshidrofolat. Tetrahidrofolat penting untuk reaksi-reaksi pemindahan satu
atom C, seperti pembentukan basa purin (adenin, guanin, dan timidin) dan
beberapa asam amino (metionin, glisin). Sel-sel mamalia menggunakan folat jadi
yang terdapat dalam makanan dan tidak mensintensis senyawa tersebut.
Trimetoprim menghambat enzim dihidrofolat reduktase mikroba secara sangat
selektif. Hal ini penting, karena enzim tersebut juga terdapat pada sel
mamalia.
Resistensi
Bakteri. Frekuensi
terjadinya resistensi terhadap kotrimaksazol lebih rendah daripada terhadap masing
– masing obat, karena mikroba yang resisten terhadap salah satu komponen masih
peka terhadap komponen lainnya. Resistensi mikroba terhadap trimetropim dapat
terjadi karena mutasi. Resistensi yang terjadi pada bakteri gram-negatif
disebabkan oleh adanya plasmid yang membawa sifat menghambat kerja obat
terhadap enzim dihidrofolat reduktase. Resistensi S. aureus terhadap
trimetropim ditentukan oleh gen kromosom, bukan oleh plasmid. Resistensi
terhadap bentuk kombinasi juga terjadi in vivo. Pravalensi resistensi E.coli
dan S. aureus terhadap kotrimoksazol meningkat pada pasien yang diberi
pengobatan dengan sediaan kombinasi tersebut. Selama lima tahun penggunaan
resistensi S. aureus meningkat dari 0,4% menjadi 12,6%. Dilaporkan pula
terjadinya resistensi pada beberapa jenis mikroba Gram-negatif.
Efek Samping. Pada dosis yang
dianjurkan tidak terbukti bahwa kotrimoksazol menimbulkan defisiensi folat pada
orang normal. Namun batas antara toksisitas untuk bakteri dan untuk manusia
relative sempit bila sel tubuh mengalami defisiensi folat. Dalam keadaan
demikian obat ini mungkin menimbulkan megaloblastosis, leucopenia, atau
trombositopenia. Kira-kira 75% efek samping terjadi pada kulit, berupa reaksi
yang khas ditimbulkan oleh sulfonamid. Namun demikian kombinasi
trimetoprim-sulfametoksazol dilaporkan dapat menimbulkan reaksi kulit sampai
tiga kali lebih sering dibandingkan sulfisoksazol pada penberian tunggal (5,9%
vs 1,7%). Dermatitis eksfoliatif, sindrom Stevens-Johnson dan toxic epidermal
necrolysis jarang terjadi. Gejala-gejala saluran cerna terutama berupa mual dan
muntah; diare jarang terjadi. Glositis dan Stomatitis relatif sering. Ikterus
terutama terjadi pada pasien yang sebelumnya telah mengalami hepatitis
kolestatik alergik. Reaksi susunan saraf pusat berupa sakit kepala, depresi dan
halusinasi, disebabkan oleh sulfonamid. Reaksi hematologik lainnya ialah
berbagai macam anemia (aplastik, hemolitik dan makrositik), gangguan koagulasi,
granulositopenia, agranulositosis, purpura, purpura Henoch-Schonlein dan
sulfhemoglobinemia. Pemberian diuretik sebelumnya atau bersamaan dengan
kotrimoksazol dapat mempermudah timbulnya trombositopenia, terutama pada pasien
usia lanjut dengan payah jantung; kematian dapat terjadi. Pada pasien AIDS
(Aqcuired immune-deficiency syndrome) yang diberi pengobatan kotrimoksazol
umtuk infeksi oleh Pneumocystis carinii, sering terjadi efek samping demam,
lemah, erupsi kulit, dan/atau pansitopenia.
Infeksi Saluran
Kemih .Sulfonamid
masih berguna untuk infeksi ringan saluran kemih bagian bawah. Tetapi timbulnya
resistensi makin meningkat terutama pada bakteri Gram-negatif, sehingga
sulfonamide tidak dapat diandalkan untuk pengobatan infeksi yang lebih berat
pada saluran kemih bagian atas. Penting untuk membedakan infeksi pada ginjal
dan infeksi pada saluran kemih bagian bawah. Sulfonamid digunakan untuk
pengobatan sistitis akut maupun kronik, infeksi kronik saluran kemih bagian
atas dan bakteriuria yang ansimtomatik. Sulfonamid efektif untuk sistitis akut
tanpa penyulit pada wanita. Pengobatan infeksi ringan saluran kemih bagian
bawah, dengan kotrimoksazol ternyata sangat efektif, bahkan untuk infeksi oleh
mikroba yang telah resisten terhadap sulfonamid sendiri. Dosis 160 mg trimetoprim
dan 800 mg sulfametoksazol setiap 12 jam selama 10 hari menyembuhkan sebagian
besar pasien. Efek terapi sediaan kombinasi lebih baik daripada masing-masing
komponennya terutama bila mikroba penyebabnya golongan enterobacteriaceae.
Pemberian dosis tunggal (320 mg trimetoprim dengan 1600 sulfametoksazol) selama
3 hari, juga efektif untuk pengobatan infeksi akut saluran kemih yang ringan.
Sediaan kombinasi ini terutama efektif untuk infeksi kronik dan berulang
saluran kemih. Pada wanita, efektivitasnya mungkin disebabkan oleh tercapainya
kadar terapi dalam secret vaginal. Jumlah mikroba disekitar orificium urethrea
menurun sehingga kemungkinan terjadinya infeksi ulang pada saluran kemih bagian
bawah berkurang. Dosis kecil (200 mg sulfametoksazol dan 40 mg trimetoprim per
hari atau 2-4 kali dosis tersebut yang diberikan satu atau dua kali per minggu)
efektif untuk mengurangi frekuensi kambuhnya infeksi saluran kemih pada wanita.
Dosis dewasa yang umum digunakan ialah 100 mg setiap 12 jam. Untuk memberikan
pengobatan dengan sediaan kombinasi tersebut perlu dipertimbangkan hasil
pemeriksaan sensitivitas mikroba.
Pada Planning
Farmakologi yang kedua, digunakan amoksisilin karena kotrimoksazol dari
berbagai literatur banyak menyebutkan jika kotrimoksazol mempunyai efek
teratatogen untuk trisemester 1 sehingga alternatif antibiotik lain yang aman
digunakan amoksisilin.
·
AMOKSISILLIN
Amoksisilin yang termasuk antibiotik golongan
penisilin bekerja dengan cara menghambat
pembentukan mukopeptida yang diperlukan untuk sintesis dinding sel mikroba. Terhadap mikroba yang
sensitif, penisilin akan menghasilkan efek bakterisid. Amoksisillin merupakan
turunan ampisillin yang hanya berbeda pada satu gugus hidroksil dan memiliki spektrum antibakteri yang sama. Obat ini
diabsorpsi lebih baik bila diberikan peroral dan menghasilkan kadar yang lebih
tinggi dalam plasma dan jaringan.
Aktivitas dan
Mekanisme Kerja Amoksisilin. Amoksisilin
merupakan prototip golongan aminopenisilin berspektrumluas, tetapi aktivitasnya
terhadap kokus gram positif kurang daripada penisilin G. Semua penisilin
golongan ini dirusak oleh β-laktamase yang diproduksi kuman gram positif maupun
gram negatif. Amoksisilin (dalam bentuk trihidrat garam sodium) dapat
dikombinasikan dengan asamklavulanat (sebagai potasium klavulanat), penghambat
β-laktamase, untuk menambah spektrum dalam melawan organisme Gram-negatif, dan
untuk melawan mediator antibiotik bakteri yang resisten terhadap produksi
β-laktamase.
Amoksisilin bekerja dengan menghambat dinding sel
bakteri, dengan menghambat cross-linkage di antara rantai polimer peptidoglikan
linear yang menutupi komponen mayor dari dinding sel kuman
Gram-positif.Mekanisme kerja antibiotik ini secara ringkas, adalah : (1) Obat
bergabung dengan penicilin-binding protein (PBPs) pada kuman. (2) terjadi
hambatansintesis dinding sel kuman karena proses transpeptidasi antar rantai
peptidoglika terganggu. (3) kemudian terjadi aktivitas enzim proteolitik pada dinding sel yang mengakibatkan pecahnya
dinding sel bakteri.
Bakteri yang
peka terhadap amoksisilin diantaranya adalah Staphylococcus,
Streptococcus, Diplococcus pneumoniae, Bacillusanthracis, Enterococcus,
Corynebacterlum diphtherlae, Salmonella sp,Shigella sp, H. Influenzae, Proteus
mirabilis, E. Coli, N. Gonorrhoeae, W. Meningitidis
Cara
PemberianAntibiotik amoksisilin termasuk
antibiotik time deppendent sehingga untuk menjaga konsentrasi obat dalam
plasma tetap berada pada kadar puncak,
maka obat diberikan sesuai dengan jadwal waktu yang telah dibuat.Obat dapat
diberikan bersamaan dengan makanan.
Lama Pemberian
tergantung pada jenis
dan tingkat kegawatan dari infeksinya, jugatergantung pada respon klinis dan
respon bakteri penginfeksi. Sebagaic ontoh untuk infeksi yang persisten, obat
ini digunakan selama beberapa minggu. Jika amoksisilin digunakan untuk
penanganan infeksi yangdisebabkan oleh grup ß-hemolitic streptococci, terapi
digunakan tidak kurang dari 10 hari guna menurunkan potensi terjadinya demam
reumatik dan glomerulonephritis. Jika amoksisilin digunakan untuk pengobatan
ISK (infeksi saluran kemih) maka kemungkinan bisa lebih lama, bahkan beberapa
bulan setelah menjalani terapi pun, tetap direkomendasikan untuk diberikan.
Amoksisilin-kalium
klavulanat diindikasikan untuk infeksi saluran kemih
berulang pada anak dan dewasa oleh E. coli dan kuman pathogen lain yang
mmproduksi betalaktamase, yang tidak dapat diatasi oleh kotrimoksazol, kuinolon
atau sefalosporin oral. Dosis amoksisilinklavulanat per oral untuk dewasa dan
anak berat > 40 kg ialah 250 mg-125 mg tiap 8 jam. Untuk penyakit berat
dosis 500 mg-125 mg tiap 8 jam. Untuk anak berat < 40 kg dosis amoksisilin
20 mg/kg/hari, dosis klavulanat disesuaikan dengan dosis amoksisilin.
·
FOLAMIL
Berikut komposisi yang ada pada
folamil :
ü ß-karoten 10.000 iu
ü Vitamin
B1 mononitrate 10 mg
ü Vitamin
B2 2,5 mg
ü Nikotinamid 20 mg
ü Vitamin
B6 HCl 15 mg
ü Kalsium
pantotenat 7,5 mg
ü Vitamin
B12 4 mcg
ü Vitamin
C 100 mg
ü Vitamin
D 400 iu
ü Asam
folat 1 mg
ü Kalium
iodida 100 mcg
ü Ferrous
Fumarat 90 mg
ü Tembaga
sulfat 0,1 mg
ü Kalsium
laktat 250 mg
ü Sodium
fluoride 1 mg
Farmakologi
Folamil adalah kombinasi multivitamin dan mineral
yang membantu mencegah kekurangan vitamin dan mineral.
Indikasi
Suplemen vitamin dan mineral selama masa kehamilan
dan setelah melahirkan.
Kontraindikasi
Hipersensitivitas ke salah satu dari komponen
Folamil.
Dosis &
Administrasi
Mengambil 1 caplet setiap hari
Vitamin B6
(piridoksin)
Penting untuk pembuatan asam amino dalam tubuh.
Vitamin B6 juga diberikan untuk mengurangi keluhan mual-mual pada ibu hamil.
Vitamin B6 merupakan lini pertama dalam mengatasi mual dan muntah pada ibu
hamil. Piridoksin merupakan pilihan utama dalam mengurangi mual muntah dalam kehamilan, Ulasan Sistematik Cochrane juga memperlihatkan bahwa piridoksin memang efektif dalam mengurangi
gejala mual muntah, walaupun tidak
terdapat bukti piridoksin mengurangi
frekuensi muntah. (Jewell
MD dan Young G, 2003)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar